Selasa, 11 Oktober 2011

kepemimpinan


TIPE KEPEMIMPINAN PANCASILA DAN LANGKAH-LANGKAH KEPEMIMPINAN
A      Sistem Kepemimpinan Nasional
Menurut Prof. Dr. Mustopadidjaja, bahwa Kepemimpinan Nasional diartikan sebagai Sistem Kepemimpinan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, meliputi berbagai unsur dan srtuktur kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan Pemerintahan negara dan masyarakat, yang berperan mengemban misi perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa sesuai dengan posisi masing-masing dalam Pemerintahan dan masyarakat, mernurut niali-nilai kebangsaan dan perjuangan yang diamanatkan konstitusi negara.
Secara struktural, Kepemimpinan Nasional terdiri dari pejabat lembaga-lembaga pemerintahan negara dan pemimpin lembaga-lembaga yang berkembang dalam masyarakat, yang secara fungsional berperan dan berkewajiban memimpin orang dan lembaga yang dipimpinnya dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Pemimpin Naisonal adalah sosok yang mampu memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat Indonesia secara keseluruhan dan menghayati nilai-nilai yang berlaku, agar mempunyai kemampuan memberi inspirasi kepada bangsa Indonesia dan mempunyai visi yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
·               Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
·               Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
·               Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.[1]
B       Konsep Kepemimpinan Pancasila
1)      Menurut BP-7 Pusat
Berikut disampaikan suatu pemikiran mengenai kepemimpinan yang selanjutnya diterapkan di Indonesia:
·               Seorang pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila
·               Seorang pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi kemajuan IPTEK dan kemajuan zaman
·               Seorang pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang dipimpinnya, bukan karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
·               Seorang pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang dipimpinnya. Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat “ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani”.
2)      Menurut Kartini Kartono
Kartini Kartono menjelaskan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh kepemimpinan, yaitu:
·               Kepemimpinan di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah negara, yakni pancasila
·               Memahami benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin dicapai
·               Diharapkan agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai tradisional yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif dari modernisasi.
3)      Manurut Ary Murty
Menurut Ary Murty, Kepemimpinan Pancasila adalah kepamimpinan yang berasas, berjiwa, dan beramal pancasila. Sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan universal.
Adapun nilai-nilai budaya Nusantara meliputi keterjalinan hidup manusia dengan tuhannya, keserasian hidup antara sesama manusia serta lingkungan alam, kerukunan dan mempertemukan cita-cita hidup di dunia dan akhirat.
Nilai-nilai kemajuan universal meliputi pendayagunaan Sains dan Teknologi secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa disegala aspek kehidupan.
4)      Menurut Wahjosumidjo
Menurut Wahjosumidjo, Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan modern yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai dan norma-norma pancasila.
Kepemimpinan Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala daya sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila mencapai untuk tujuan nasional.
Kepemimpinan Pancasila adalah suatu perpaduan dari kepemimpinan yang bersifat universal dengan kepemimpinan indonesia, sehingga dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua unsur, yaitu “Rasionalitas” dan “semangat kekeluargaan”. Jadi, ada tiga sumber pokok Kepemimpinan Pancasila, yaitu:
·               Pancasila, UUD 1945, dan GBHN
·               Nilai-nilai kepemimpinan universal
·               Nilai-nilai spiritual nenek moyang.[2]
C      Langkah Kepemimpinan

Langkah-Langkah   Seorang Pemimpin

Langkah Pertama : Pengikut melaksanakan petunjuk dari pemimpin.
Selama langkah pertama berlangsung, titik beratnya pada sikap dan kesediaan untuk menjadi pengikut yang baik. Seorang pengikut tidak akan pernah menjadi pemimpin yang efektif bila tidak pernah belajar untuk menjadi pengikut yang baik. Disini seorang pengikut harus mempelajari empat hal ;
·         Pentingnya mengikuti petunjuk- petunjuk dengan tepat, baik, dan benar
·         Mengusai ketrampilan dasar yang diperlukan
·         Pentingnya melayani orang lain dengan sebaik- baiknya
·         Pentingnya sikap hubungan antar manusia yang positif dan dapat diterima oleh orang lain (human relations)
Langkah ke Dua : Pengikut melaksanakan petunjuk pemimpin dan pemimpin mulai meminta masukan dari pengikut. Pada tahap ini, pemimpin mulai meminta masukan dari pengikutnya dalam proses pengambilan keputusan, baik berupa data informasi yang diketahuinya ataupun saran dan pendapatnya. Dalam tingkat ini seorang pengikut tidak saja menerima segala sesuatunya dari pemimpin, namun juga harus memiliki kreativitas yang dapat diberikan kepada pemimpinnya.
Masukan tersebut akan membantu pemimpin untuk menentukan saat kapan seorang pengikut dianggap siap menerima tanggung jawab yang makin
meningkat dalam hal merencanakan dan melaksanakan suatu tugas.
Langkah keTiga : Pemimpin menugaskan pengikut untuk merancang dan
melaksanakan suatu tugas atau tanggung jawab dengan masukan dari pemimpin.
Langkah ini merupakan kemajuan yang berarti dalam perkembangan seorang pengikut untuk menjadi pemimpin. Pengikut mulai menyerap semua hal yang telah dipelajarinya tentang berbagai segi kepemimpinan dan mulai menerapkan kepemimpinan yang nyata. Sang pemimpin harus cermat memeriksa prestasi berikutnya. Pemimpin sebaiknya lebih bersikap sebagai “pelatih” daripada sebagai pemimpin. Sementara pengikut harus mulai berani memikul tanggung jawab atas apa yang dikerjakan, termasuk memimpin para asistennya. Pemimpin harus selalu bersedia menjadi penasehat khusus bila diperlukan. Harus ada pembagian atau pelimpahan tugas yang jelas antara pengikut dengan pemimpin, karena hal itu akan mempengaruhi pengikut itu sendiri. Bila pengikut diberi tugas yang terlalu banyak dengan kondisi yang sulit, maka pengikut tersebut harus mendapatkan kredit poin lebih dibandingkan bila tugasnya tidak terlalu banyak dan mudah. Dalam hal ini, pengamatan pemimpin untuk menilai kualitas pengikut sangat berpengaruh pada motivasinya.
Langkah ke Empat : Pengikut merancang dan melaksanakan tugas tanpa masukan
dari pemimpin. Pengikut menyarankan kepada orang yang harus bekerja didalam
kelompoknya mengenai cara pelaksanaan tugas. Selanjutnya pemimpin dan
pengikut bersama-sama memeriksa dan menilai pekerjaan.
Dalam tingkat ini, peran pemimpin hanya memberikan persetujuan akhir saja dari pekerjaan pengikut dan siap memberikan nasehat atau pertimbangan lainnya bila diperlukan. Pemimpin tidak lagi harus merinci pelaksanaan tugas. Dalam tahap ini sangpemimpin telah memberikan kepercayaan penuh kepada pengikut untuk menjadi pemimpin.
Selain itu, pemimpin juga menjadi “partner” pengikut dan sebaliknya. Kerjasama yang erat, tingkat komunikasi yang tinggi dan saling mengkoreksi terjadi dalam tingkat ini. Sebab pada dasarnya pemimpin menginginkan pengikut dapat meminimalkan tingkat pekerjaan yang dapat dikerjakan pengikutnya. Juga transfer nilai dari pemimpin akan terasa sebagai bagian dari regenarasi kepemimpinan kepada sang pengikut.
Langkah ke Lima : Pengikut menyiapkan kelompoknya sendiri dan bekerja bebas dari sang pemimpin, kecuali memberikan masukan apabila diperlukan dan pemeriksaan secara berkala untuk melihat sampai sejauhmana tingkat perkembangan pengikut. Dalam hal-hal tertentu pengikut bebas sama sekali dari pemimpin dan memulai proses lima tingkat dengan pengikutnya sendiri di dalam kelompoknya, sebagaimana yang telah dialaminya. Sang pengikut kini adalah seorang pemimpin dengan wewenangnya sendiri, siap untuk mencari didalam anggota kelompoknya yang akan menjadi pengikut bebas dari sang pemimpin. Dengan belajar dari proses yang dialaminya, maka sang pengikut kini telah menjadi pemimpin baru.[3]
Untuk itu yang pertama diperlukan adalah menjadikan UUD 1945 tetap berjiwa Pancasila, tidak hanya dalam Pembukaannya tetapi juga dalam Batang Tubuhnya. Dan perlu disusun kembali satu Penjelasan untuk mencegah keragu-raguan dalam mengimplementasi UUD 45 itu.
Menjadi kewajiban Kepemimpinan Nasional untuk mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan hal itu. UUD 1945 yang sekarang ada harus dikaji kembali secara mendalam, khususnya Batang Tubuhnya yang telah dirusak dan disusun kembali secara benar sehingga Pembukaan-Batang Tubuh-Penjelasan merupakan keutuhan yang berjiwa Pancasila. .
Untuk itu dibentuk kelompok yang terdiri dari pakar Hukum Tata Negara dan mempunyai pemahaman mendalam tentang Pancasila sebagai Filsafah Negara. Kelompok ini melakukan pengkajian mendalam dan memberikan kesimpulan hal-hal apa yang harus dilakukan agar UUD 1945 kembali menjadi konstitusi yang berjiwa Pancasila di seluruh tubuhnya. Hal ini kemudian harus secepat mungkin diputuskan oleh MPR sebagai lembaga yang berwewenang. Kemudian UUD 1945 yang sudah kembali sebagai konstitusi Pancasila merupakan dasar bagi seluruh kegiatan bangsa dan NKRI.
Yang penting adalah penentuan dan pelaksanaan langkah-langkah yang secara konsisten menuju ke terwujudnya Tujuan Nasional yang sekali gus berarti Menjadikan Pancasila Kenyataan di Indonesia.
Setelah menjamin bahwa UUD 1945 benar-benar sesuai dengan Pancasila dan bukannya justru menjauhkan Indonesia dari Pancasila, maka menjadi kewajiban Kepemimpinan Nasional untuk langkah demi langkah mewujudkan Kesejahteraan yang benar-benar sesuai dengan kepentingan Rakyat banyak.[4]




[2] http://imronfauzi.wordpress.com/category/kepemimpinan-pendidikan/
[3] http://bamsyul-successinbusiness.blogspot.com/2009/01/lima-langkah-untuk-menjadi-seorang.html
[4] http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1345

Tidak ada komentar:

Posting Komentar